1. Tatanan Pemerintahan Desa Dengkol 🏛️
Desa Dengkol dikelola oleh struktur pemerintahan lokal yang meliputi:
- Kepala Desa (Kades): Agus Afandi. Kepala desanya aktif memimpin berbagai program dan kegiatan sosial, serta menjadi penggerak Desa Inklusi dan pencegahan pernikahan dini.
- Sekretaris Desa, Kaur (Kesra, Umum, Perencanaan), dan Kasi membawahi urusan kewilayahan, pemberdayaan, dan administrasi.
- Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berperan sebagai lembaga pengawas, melibatkan ketua dari berbagai unsur masyarakat.
- Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD)/Karang Taruna, serta organisasi perempuan seperti PKK, Muslimat NU, Fatayat NU, dan GP Ansor, terlibat aktif dalam program sosial.
Model ini mencerminkan pemerintahan lokal yang partisipatif, inklusif, dan berbasis sumber daya desa.
2. Desa Inklusi: Konsep & Implementasi
Desa Dengkol telah ditetapkan sebagai Desa Inklusi, yakni desa yang proaktif dalam memastikan kesetaraan akses bagi seluruh warga, termasuk penyandang disabilitas.
Ciri utama Desa Inklusi:
- Adanya pendataan dan partisipasi kaum difabel dalam Musrenbang.
- Pembentukan Kelompok Inklusi Disabilitas (KID) dan “Posyandu Disabilitas”.
- Pelibatan difabel dalam pengambilan keputusan dan aktivitas desa.
- Efektivitas tata kelola yang transparan dan responsif.
Jika penerapan ini konsisten, warga rentan—anak, lansia, difabel—akan menikmati akses dan layanan yang lebih setara.
3. Penyaluran BLT Dana Desa selama Pandemi
Pada Mei 2020, di masa pandemi, Desa Dengkol aktif menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari Dana Desa ke 253 KPM, dengan alokasi total Rp455,4 juta (Rp600 ribu/KPM selama 3 bulan).
Penyaluran dilakukan:
- Sesuai protokol kesehatan.
- Melalui sistem musdus (berdasarkan dusun).
- Melibatkan Kepala Desa, BPD, Babinsa, Babinkamtibmas, dan Pendamping Desa.
Langkah tersebut membantu meringankan beban ekonomi warga selama pandemi, juga menunjukkan tata kelola dana desa yang cepat dan tepat sasaran.
4. Stakeholder Meeting: Pencegahan Pernikahan Dini
Pada 30 Juli 2024, Desa Dengkol menjadi lokasi Stakeholder Meeting program “Inklusi Pencegahan Pernikahan Anak” — diinisiasi oleh Desa, PKK, BPD, Puskesmas, KUA, Fatayat NU, Muslimat NU, GP Ansor, Karang Taruna, dan Pendamping Desa.
Inti program:
- Mendorong pemahaman tentang batas usia nikah sesuai UU (laki-laki ≥ 19, perempuan ≥ 16).
- Menghasilkan komitmen desa untuk membentuk peraturan desa (Perdes) terkait pencegahan pernikahan dini.
- Melibatkan tokoh agama, masyarakat, dan pemuda secara aktif.
- Menjadikan Desa Dengkol sebagai salah satu desa percontohan program Inklusi bersama tiga desa lain di Kabupaten Malang.
Hasil awal menunjukkan meningkatnya apresiasi dan dukungan warga, kader Posyandu, KUA, serta lembaga desa kepada agenda ini.
5. Kolaborasi Lintas Sektor
Keberhasilan program ini berakar pada sinergi multi-stakeholder:
- Desa → memfasilitasi dan menetapkan kebijakan inklusi.
- Ormas NU (Fatayat, Muslimat), GP Ansor → mendukung sosialisasi berbasis keagamaan dan budaya.
- Instansi pemerintah (Dinas Sosial, DP3A, Kemenag, Dinas Pendidikan) → menyumbang data, regulasi, tenaga penyuluh dan narasumber.
- Lembaga akademik (misalnya UIN Malang) → berperan dalam penyediaan materi ilmiah, advokasi pendidikan, dan pemantauan program.
- Klinik/Puskesmas Ardimulyo → menyertakan perspektif kesehatan ibu–anak, serta edukasi PHBS.
Kolaborasi ini memungkinkan program berjalan dengan basis data, regulasi, norma agama, edukasi, dan keterlibatan publik secara simultan.
6. Administrasi Desa & Transparansi Keuangan
Desa Dengkol menegaskan pengelolaan APBDes secara transparan dan akuntabel:
- Dokumen APBDes dipublikasikan melalui papan informasi dan media desa (ba-de desa).
- Setiap kegiatan—seperti pembangunan, BLT, program inklusi—dilakukan melalui mekanisme Musdes, disetujui BPD.
- Pendanaan dialokasikan untuk infrastruktur, bantuan sosial, dan kegiatan inklusi.
- Audit internal dan pendamping desa aktif mendampingi realisasi anggaran.
Model ini menumbuhkan kepercayaan warga dan mendukung keberlanjutan program.
7. Program Sosial Lainnya
Selain program inklusi dan BLT, Desa Dengkol aktif menyelenggarakan:
- Ritual Bersih Desa setiap 20 Juli di Embung Dengkol—diikuti oleh muspika dan Wakil Bupati Malang, meningkatkan kebersamaan dan kekayaan budaya.
- Posyandu Lansia dan Balita, melalui kader PKK dan Puskesmas Ardimulyo—melakukan imunisasi, penimbangan, dan edukasi gizi.
- UKS & sosialisasi PHBS di sekolah dasar—bagian dari program kesehatan preventif.
- Program pemberdayaan digital dan ekonomi keluarga—walau baru permulaan, ada inisiatif pelatihan pengolahan pangan dan pemasaran digital.
- Gotong royong terprogram, pada perbaikan jalan dan lingkungan—misalnya saat krisis, desa dan warga berkolaborasi dengan Polres dan PDAM.
8. Evaluasi & Tantangan Pengembangan
Capaian:
- Desa Dengkol memperoleh status model inklusi & partisipatif.
- Penyediaan BLT menunjukkan respons cepat di masa krisis.
- Program pencegahan pernikahan dini terencana, legal, dan melibatkan berbagai unsur.
- Lingkungan sosial dan budaya desa semakin adaptif dan suportif.
Kendala:
- Pembauran difabel masih perlu dikembangkan lebih lanjut: keterlibatan aktif di musyawarah, akses fasilitas yang ramah difabel.
- Program BLT perlu pemantauan pasca-pandemi agar tidak menimbulkan ketergantungan.
- Penerapan Perdes tentang pernikahan dini butuh tindak lanjut penetapan dan sosialisasi ke seluruh warga.
- Program digital dan ekonomi keluarga memerlukan pendampingan lanjutan agar berkelanjutan.
9. Rekomendasi Penguatan Program
Area | Rekomendasi |
---|---|
Inklusi Difabel | Bentuk KID aktif, pelatihan kader, akses fisik ramah difabel |
Pendanaan Darurat | Bentuk dana cadangan desa (mis. untuk BLT, bencana) |
Legalitas Perdes | Finalisasi perdes pencegahan nikah dini & PHBS |
Monitoring Evaluasi | Bentuk tim monitoring inklusi & BLT |
Kapasitas SDM | Pelatihan advokasi, jurnalistik desa, digital marketing |
Literasi Sosial | Kampanye antiperjudian, pencegahan kekerasan dalam rumah tangga |
Kolaborasi Berkelanjutan | MoU rutin dengan Dinas, Ormas, Kampus, PMI, Polres |
10. Kesimpulan
Desa Dengkol telah tumbuh menjadi contoh pemerintahan desa inklusif dan responsif—berbasis partisipasi publik dan kerjasama lintas sektor. Program desa mencakup:
- Penyaluran BLT selama pandemi dengan mekanisme tepat sasaran.
- Pembentukan Forum Inklusi dan Perdes Pencegahan Pernikahan Dini.
- Pemberdayaan tradisi sosial seperti ritual Bersih Desa dan Posyandu.
- Kepemimpinan yang progresif, baik dari sisi kebijakan maupun implementasi.
Untuk menjadi model nasional, desa butuh konsolidasi legalitas, lembaga sosial yang kuat, kapasitas SDM yang terlatih, dan kontrol publik jangka panjang. Jika terus dikembangkan, Dengkol berpotensi menjadi salah satu desa terbaik di Jawa Timur dalam tata kelola pemerintahan dan pelayanan sosial.
Referensi :
- https://pendampingdesamalang.com/pendamping-menulis/desa-dengkol-singosari-gelar-stakeholder-meeting/?utm_source=chatgpt.com
- https://lingkarsosial.org/mengawal-desa-inklusi-di-kabupaten-malang/?utm_source=chatgpt.com
- https://jejakdesa.com/2020/05/16/ardimulyo-dan-dengkol-awali-salur-blt-dana-desa-di-singosari/?utm_source=chatgpt.com
- https://tugumalang.id/tekan-perkawinan-anak-program-inklusi-mulai-digencarkan-di-kabupaten-malang/?utm_source=chatgpt.com
- https://lenbari.com/2024/07/20/bersih-desa-dengkol-kecamatan-singosari-kabupaten-malang-sangat-sukses/?utm_source=chatgpt.com